Selamat Datang Semoga Bermanfaat, Pengelola Web Akan Sangat Senang Bila Anda Berkenan Meninggalkan Jejak Berupa Koment Atas Postingan Kami

Minggu, 17 April 2011

Pelajaran dari Perang Badar


Perang Badar adalah perang pertama yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya setelah hijrah ke Madinah, berhadapan dengan pasukan kafir Quraisy. Rasul berangkat bersama 300 sekian belas orang anggota pasukan, yang tadinya bertujuan untuk mencegat kafilah dagang yang dipimpin oleh Abu Sufyan. Namun kemudian, Allah memberikan skenario yang lain.

Berkisah tentang Perang Badar (eits...jangan takut dulu), akan kita temukan begitu banyak pelajaran berharga dari sana. Ada degup kepahlawanan, bara keberanian, semangat yang bergelora, cinta yang membara, kepasrahan pada Allah yang paripurna. Dan, ada pelajaran tentang kreativitas, kecerdasan, strategi, intelijen, dan banyak lagi. Ini yang saya coba tuliskan (dengan segala keterbatasan saya, mohon maaf. Tolong ditambahin dan dikoreksi ya kalo ada yang salah...)

Tentang kecerdasan

Sore hari, Februari 624 M (tahun ke2 setelah Rasul hijrah ke Madinah), Rasul dan pasukan kecilnya bergerak terus menapaki tanah pasir sahara yang tadi malam diguyur hujan rintik. Kukuh pijakan kaki mereka, sekukuh iman yang bersemayam dalam dada.

Sore itu, matahari hampir terbenam di ufuk barat. Pasukan Al Haq sudah mendahului kaum musyrikin mendatangi sumur Badr, untuk menguasai tempat tersebut. Mereka mengambil posisi paling dekat dengan sumber mata air pertama di lembah Badr dan berada di tempat tertinggi. Sebuah seni klasik dalam strategi berperang, siapa yang menguasai tempat tinggi akan menang.

Pasukan dibagi menjadi 2 kelompok, 1 kelompok Muhajirin dipimpin Ali bin Abi Thalib sang pemilik pedang bermata tiga. Satu kelompok lagi kelompok Anshar, panjinya berkibar-kibar dihembus angin gurun, diberikan kepada Sa’ad bin Muadz. Sayap kanan pasukan dipimpin Az Zubair bin Awwam, sayap kiri dipimpin Al Miqdad bin Amru. Mereka berdua menunggang kuda. Di tengahnya berkuda dengan gagah si tampan Mush’ab bin Umair al Quraisy al Abdari. Bendera putih panji kaum muslimin berkibar megah di tangannya. Ia menjadi komandan tertinggi pasukan kecil ini.

Badr adalah sebuah lembah yang memiliki empat mata air, menyisakan kilauan pendar cahaya ditempa sinar mentari. Keempat mata air berada pada posisi zig-zag dari utara ke selatan. Jarak antar sumur, ratusan meter kira-kira. Mereka saat ini berada di mata air paling belakang.

Seorang sahabat...Habab bin Al Mundzir setengah berlari menghampiri sang kekasih. Wajahnya menyiratkan sesuatu, dihiasi titik peluh. “Wahai Rasulullah, apakah dalam memilih tempat ini, Engkau menerima wahyu dari Allah sehingga tidak dapat diubah lagi, ataukah berdasarkan strategi peperangan ?” Rasulullah SAW menjawab, “Tempat ini kupilih berdasarkan pendapat dan strategi peperangan.”

“Wahai Rasulullah, tempat ini tidaklah strategis. Ajaklah pasukan pindah ke mata air yang terdekat dengan musuh (mata air keempat). Kita membuat pertahanan di sana dan menutup sumur-sumur yang ada di belakangnya, lalu kita buat kubangan dan kita isi dengan air hingga penuh. Dengan demikian, kita akan berperang dalam keadaan mempunyai persediaan air minum yang cukup, sementara musuh tidak akan memperoleh air minum.”

Sang panglima tersenyum, “Pendapatmu sungguh baik.” Rasul segera membawa pasukannya ke tempat air yang terdekat dengan musuh. Di tengah malam buta, pasukan Rasulullah telah sampai di mata air keempat. Cepat mereka bergerak, memperbesar mata air keempat dengan mengangkut air dari sumur ketiga. Tanah galiannya mereka jadikan kubu pertahanan, sementara sumur kedua dan pertama mereka tutup.

Sementara itu, nun di pinggir lembah Badr, di seberang sana. Pasukan Quraisy menghabiskan malam mereka dengan minum khamar untuk menghangatkan badan yang kedinginan diterpa angin gurun yang menusuk. Tarian dan nyanyian wanita menghibur mereka.

Nah...lalu bagaimana kira-kira lanjutan ceritanya....

Strategi ini, menjadi salah satu kunci kemenangan pasukan kecil Rasulullah, disamping tentu saja pembelaan dan pertolongan Allah.

Ketika pasukan Quraisy sampai di Lembah Badr...mereka seperti melihat harapan...Harapan dahaga mereka akan segera hilang. Apalagi tadi malam mereka usai menenggak khamar,hingga tenggorokan terasa panas, kehausan. Karena mata air terdekat dikuasai pasukan Rasulullah, mereka terpaksa memutar menuju mata air yang lain. Apa yang mereka dapat ? Pepesan kosong ! Mata air ketiga hanya menyisakan sedikit air yang langsung jadi rebutan liar orang-orang yang kehausan. Kasihan sekali.

Sebagian langsung berlarian panik menuju mata air yang lain. Kantong minuman masih kosong, sementara tenggorokan semakin kering. Ah, sia-sia ! Mata air sudah ditimbun. Setitik harapan lagi, masih ada satu mata air lagi....mereka kembali berlari. Tapi...nihil. Tak setetes air mereka dapatkan. Sumur telah pula ditimbun. Mereka gontai, lelah dan kehausan. Keringat mengucur deras, rasa haus semakin mencekik. Mental mereka melemah. Bertempur dalam kondisi haus menciutkan nyali. Mereka kalah sebelum peperangan dimulai...

Sebagian dari mereka memberanikan diri mengambil air di sumur keempat yang dikuasai pasukan Rasulullah. Hal itu dbiarkan Rasulullah. Beliau bersabda :”Biarkan mereka.” Semua orang yang mengambil air di mata air tersebut, kecuali Hakim bin Hizam, semuanya terbunuh dalam pertempuran tersebut.

Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari penggalan kisah Perang Badar ini ? Ada beberapa (ini versi saya...silahkan ditambahkan sendiri ya...)

1. Izinkan saya mengatakan, ini menggambarkan kecerdasan seorang sahabat dalam berstrategi. Ia jeli melihat dan mempertimbangkan bahwa SUMBER AIR adalah aset berharga, maka itu harus diamankan. Tanpa air, pasukan musuhpun akan lemah secara fisik dan mental dan ini menguntungkan. Menguasai keempat mata air sekaligus, tentu tidak realistis mengingat jumlah pasukan yang sedikit, sementara membiarkannya juga tidak menguntungkan. Maka jalan satu-satunya adalah, menguasai sebuah sumur sementara yang lain mereka tutup. Cerdas dan efektif !

2. Islam meletakkan posisi akal, ijtihad, dan apapun buah dari hasil akal pemikiran pada posisi yang paling nyaman. Akal tidak terkungkung pada otoritas dogma-dogma yang kaku atau secara liar menjelajah semesta tanpa berpegang dan tunduk pada kehendak sang Pemilik semesta. Itu, yang dilakukan Habab dan banyak sahabat yang lain. Mereka tanpa ragu berijtihad, mengemukakan pendapatnya di hadapan Rasul. Namun, tengoklah apa yang ditanyakan Habab sebelum ia menyampaikan usul. “Apakah ini wahyu atau hanya strategi perang ?” Jika wahyu, tentu ia akan taat, karena itu bersumber dari Allah yang Maha Tahu. Indah sekali...

3. Memberikan gambaran pada kita tentang akhlaq mulia Rasulullah. Kadang, kalo kita jadi pemimpin, kita suka sok kuasa – sok ngatur – susah nerima masukan. Tapi, Rasul tidak. Beliau dengan besar hati memperhatikan, menerima dan langsung melaksanakan usulan Habab, seorang sahabatnya yang bahkan hanya “anggota” pasukan biasa. Bukan orang yang diamanahi menjadi pemimpin regu, atau pemegang panji pasukan, apalagi panglima. Just ordinary people. Tapi apresiasi Rasul luar biasa, bahkan memujinya. Inilah akhlak seorang pemimpin besar.

Mungkin ini dulu yang terpikir oleh saya....Silahkan ditambahkan.

Kalo boleh saya sarankan untuk membaca buku-buku sejarah Islam atau menonton film-filmnya. Insya Allah banyak sekali pelajaran hidup yang bisa kita ambil.
copas from>> http://dannasan.multiply.com/journal/item/1

0 comments:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More