Selamat Datang Semoga Bermanfaat, Pengelola Web Akan Sangat Senang Bila Anda Berkenan Meninggalkan Jejak Berupa Koment Atas Postingan Kami

Jumat, 22 April 2011

Bersabar dan Penuh Keyakinan…



Sebagai seorang muslim yang beriman, pasti akan memiliki berbagai konsekuensi. Tentunya mendapatkan keimanan itu tidaklah sekedar bertaqlid (baca: ikut-ikutan) namun harus melalui proses berfikir dengan fikrul mustanir (Baca: pemikiran yang jernih) dan menjadikan Islam sebagai kaidah berfikirnya sehingga seseorang akan memperoleh kualitas yang tertinggi dalam keimanannya terhadap Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, kiamat, serta Qadla dan Qadar, kurang lebih demikian yang telah disampaikan oleh syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam bukunya Nidzomul Islam.

Iman dan Islam

Seorang Muslim yang beriman akan tampak pada segala aktivitasnya, karena menurut Saya Iman itu adalah landasan sebelum seorang merasa sebagai orang Islam, dengan kata lain keimanan merupakan prasyarat bagi keislaman seseorang. Oleh karena itu bagi yang sudah punya anak, sebelum mereka baligh saya anjurkan untuk segera dikenalkan dengan keimanan dengan cara-cara yang paling ringan, sehingga anak-anak kita tidak menjadi seorang muslim yang mengaku Islam karena kebetulan ayah – ibunya seorang muslim. Na’udzubillahi mindzalik. Atau mungkin hal ini terjadi pada Anda sendiri yang mungkin belum mantab keimanannya, bukan maksud untuk menggurui, tapi selaku sesama muslim yang merindukan kehidupan Islami, maka Saya coba untuk mengingatkan kita semua agar memperbaiki kualitas keimanannya agar nanti bisa menjadi seorang Muslim kaffah.

Iman merupakan jembatan seseorang menuju Islam. Coba kita lihat, semua rukun Islam itu bersifat ibadah yang harus dipraktekkan. Seperti keharusan melafadzkan dua kalimat syahadat dengan penuh keyakinan, shalat, puasa, zakat, serta haji. Untuk menuju arah sana maka kita harus melewati jembatannya terlebih dahulu. Karena jika kita tidak memperbaiki kualitas keimanan kita maka insya Allah bisa dipastikan kita tidak bisa menjawab mengapa, untuk apa, untuk siapa, serta bagaimana kita harus mengucap kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, atau bahkan naik haji sekalipun hanya dijadikan sekedar jalan-jalan ke luar negeri, shalat diganti dengan hanya mengingat Allah sudah cukup dan lain lain. Iya bukan? Na’udzubillah mindzalik.

Berbeda dengan orang yang memiliki kualitas keimanan yang tinggi, dalam menjalankan aktivitas keislamannya akan terlihat jelas penuh makna dan begitu berarti. Seorang melaksanakan shalat tidak lagi karena menjalankan rutinitas agama, namun lebih karena sebagai bentuk penghambaan diri kepada Sang Pencipta sebagai makhluk, dan ia yakin bahwa para malaikat akan terus mencatat segala aktivitasnya dengan kehendak Allah atas segala yang terjadi di alam ini. kemudian orang tersebut menjalankan shalat sebagai bentuk keyakinannya akan kebenaran Al-Qur’an sebagai firman Allah dimana di dalamnya termaktub segala perintah dan larangan-Nya. Seorang yang beriman melalui proses perfikir tanpa taqlid buta, tentunya akan menjalankan ibadah shalat sebagai bentuk keyakinannya atas kerasulan Muhammad sebagai teladan hidup karena dengan hadits beliaulah semua perintah dan larangan Allah tergambar dengan dhohir, sehingga seseorang itupun shalat karena sebagai bentuk keyakinannya akan adanya yaumul hisab, akan ada saat dimana semua amal perbuatan manusia di muka bumi ini akan dimintai pertanggungjawaban, sehingga kita menjalankan ibadah karena semata-mata takut akan siksa Allah yang teramat pedih seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an serta hadits Rasul. Dan kitapun memahami bahwa dengan adanya qadla dan qadar manusia memiliki kemampuan untuk memilih perbuatannya apakah kita akan kufur atau bertaqwa.

Ini hanyalah pembahasan sederhana yang coba Saya uraikan dalam bentuk tulisan, dimana ada seseorang yang yang mungkin gundah atau entah seperti apa perasaannya sekarang. Semoga diberi kesabaran dan kemudahan dalam mejalankan semua proses dan tahapan kehidupan ini,,, amien… Allahumma yassir walaa tu’assir wa tammim bilkhoir… amien…

Namun saudara sekalian contoh di atas tadi terasa sangat sederhana yang memang kebetulan hanya mebhasa masalah shalat sebagai contoh pembahasan. Disini Saya akan coba untuk mengingatkan bahwa Islam bukan Cuma sekedar aktivitas shalat saja, namun lebih kepada semua aktivitas kehidupan di dunia. Karena sudah jelas Allah menyeru kepada kita untuk memasuki Islam secara Kaffah (menyeluruh). Seperti firman-Nya dalam surah Al-Baqarah ayat 208 “Wahai orang-orang yang beriman masuklah kamu kepada Islam secara menyeluruh. Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagi kamu”. Dan kita juga harus sadar bahwa manusia diciptakan Allah untuk beribadah kepada Allah “Dan tidaklah Aku Menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-KU (QS. Ad-Dzariat: 56).

Kedua potongan ayat tersebut sangat jelas mengingatkan kita yang sering lupa dan lalai bahwa segala bentuk tindak tanduk (Islam kaffah) kita adalah dalam rangka beribadah kepada Allah (Hamba Allah). Dalam berbisnis, hukum, pendidikan, politik, dan lain-lain.

Seorang yang beriman?


Seorang yang beriman pasti tidak akan pernah lepas dari apa yang disebut dengan ujian, dimana itu semua hanya untuk menguji tingkat keimanan kita sehingga nantinya Allah menaikkan derajati kita. Amien…

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu orang-orang yang beriman.” (Surah Al-Imran ayat 139).

Inilah yang membedakan kita dengan orang lain, ujian merupakan bentuk kasih sayang Allah pada kita. Sebagai bentuk konsekuensi keimanan kita maka selaku orang yang diuji haruslah:

1. Senantiasa bersabar akan segala yang terjadi. Allah maha tahu, pastilah Allah memiliki scenario tersendiri akan segala yang terjadi pada diri kita. Kesabaran terhadap ujian akan mencerminkan tingkat keimanan dan ketaqwaan kita. So, sabar yaaa…

2.Mensyukurinya, bersyukurlah karena Allah masih berkenan untuk menguji kita, bandingkan dengan orang-orang yang mendapatkan istidraj (diselajurakan (bahasa Banjar)), yang terpuruk dalam kemaksiatan. Rabbanaa Maa kholaqta hadzaa bathilaa.

3. Sadar bahwa Allah maha kuasa dan berkehendak, sehingga akan menjauhkan kita dari sifat dan sikap sombong. Sebagai seorang makhluk yang tak akan pernah berdaya apapun tanpa adanya kehendak Allah untuk menolong kita atas semua ujian.

4. Kemudian yang penting adalah, dengan ujian harus membuat kita tidak berputus asa akan pertolongan Allah. Keep fight ya… sebesar apapun ujian yang kita hadapi kita tidak boleh mundur sedikitpun,, karena menyerah bukanlah sikap seorang muslim, melaikan sikap orang-orang munafik dan fasik yang mundur dalam perjuangan. Dengan adanya ujian akan mebuat kita lebih paham bagaimana harus menghadapi orang, baik orang tua, saudara atau siapapun, juga akan membuat kita lebih kreatif dan tidak berhenti berfikir cara-cara yang tepat untuk dilakukan. “struggle without sacrifice is nonsense”. Semua memang sudah tertulis dalam lauhim mahfudz, apakah kita akan diam? Berhenti berfikir? Pasrah? TIDAK. Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sebelum kaum itu merubahnya (TQS. Ar-Ra’du:11), sebenarnya dengan ini harus membuat kita ber-ikhtiyar akan apa yang kita impikan. Right? Don’t ever give up, me too…

5. Selanjutnya selaku orang yang beriman, maka dengan ujian akan senantiasa mendekatkan kita dengan Alllah dan mebuat kita optimis akan pertolongan-Nya. Inilah seharusnya sikap seorang muslim yang sedang dalam proses menaiki derajat yang lebih tinggi. Keimanan kita akan semakin kuat bahwa tidak ada penolong selain Allah, laa haula walaa quwwata illaa billahil ‘aliyyil ‘adhim.

6. Menenangkan jiwa. Jujur, terkadang saat kita menghadapi ketidaktentuan, penantian, atau hal lain yang membuat kita harus menunggu akan ketidak pastian akan membuat kita kacau, kehidupan tidak teratur tanpa orientasi. Pokoknya kacau dah (hal ini pernah saya alami). Namun suatu ketika saya sadar akan hakikat ujian yang seharusnya membuat kita bersabar, bersyukur, tawaddhu’ kepada Allah dan yakin optimis akan pertolongan Allah. Saat itulah kita memahami bahwa segala sesuatu memang datangnya dari Allah. Sikap ini adalah sikap tawakkal, menyerahkan semuanya kepada Allah dengan didukung usaha yang kongkret dan doa. Inilah yang disebut dengan ikhlas. Ikhlas akan keadaan, ikhlas dalam memohon dan ikhlas dalam perjuangan dengan penuh keyakinan. "Ikhlas tidak berarti pasrah akan keadaan" bukan?.

Beruntunglah orang-orang yang sedang diuji oleh Allah.

Allahumma Yassir Walaa Tu’assir Watammim Bil Khoir, Inna Kulla ‘Asiirin ‘Alaika Yasiir.
Amien…
Semoga bermanfaat…


Apa kabar Anda Hari ini?,
Sebagai orang yang beriman maka akan mwnjawab SELALU DAN HARUS LEBIH BAIK… Allahu Akbar…

0 comments:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More