Beberapa pembaca dalam rubrik Konsultasi
"Di balik Konspirasi" menanyakan soal peran Rothschild dalam pendirian
bank sentral Inggris dan bank sentral Amerika Serikat yang sama-sama
swasta. Disebabkan jawabannya amat panjang, maka saya akan memaparkan
peran tokoh Zionis-Yahudi dunia tersebut dalam rubrik ini yang terbagi
dalam beberapa bagian. Selamat membaca.
Rothschild adalah dinasti Yahudi Bavaria
(Jerman) yang memiliki arti sebagai "Tameng Merah". Dalam bahasa
Inggris disebut "Red-Shield". Dinasti Rothschild yang melegenda dan
sangat berkuasa hingga kini berawal dari sejarah Eropa di abad ke-18
Masehi dengan kelahiran seorang bayi Yahudi Jerman yang kemudian diberi
nama Mayer Amshell Bauer.
Sedari kecil Mayer Amshell dikenal
sebagai anak yang cerdas. Dengan tekun sang ayah mengajari Mayer segala
pengetahuan tentang bisnis rentennya. Moses juga sering menceritakan
pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari berbagai sumber. Moses
sebenarnya ingin menjadikan Mayer sebagai pendeta Yahudi. Namun ajal
keburu menjemputnya sebelum sang anak tumbuh dewasa. Sepeninggal
ayahnya, Mayer sempat meneruskan usaha ayahnya di rumah. Namun tidak
lama kemudian Mayer ingin belajar lebih mendalam tentang bisnis uang.
Akhirnya ia bekerja di sebuah bank milik keluarga Oppenheimer di
Hanover.
Di bank ini, Mayer dengan cepat menyerap
semua aspek bisnis perbankan modern. Kariernya pun melesat, bahkan sang
pemilik bank yang terkesan dengan Mayer menjadikannya sebagai mitra
muda dalam kepemilikian bank tersebut.
Setelah merasa cukup banyak menimba ilmu
tentang bisnis perbankan, Mayer kembali ke Frankfurt, meneruskan usaha
ayahnya yang sempat dilepaskannya untuk beberapa waktu. Mayer telah
berketetapan hati, bisnis uang akan dijadikan sebagai bisnis inti
keluarga ini. Ia akan mendidik anak-anaknya kelak dengan segala
pengetahuan tentang bisnis penting tersebut dan menjadikannya keluarga
besar penguasa bisnis perbankan Eropa dan juga dunia.
Salah satu langkah yang diambil Mayer
adalah dengan mengganti nama keluarga ‘Bauer' yang dalam bahasa Jerman
berarti ‘Petani' dengan merk dagang usahanya, yakni ‘Tameng Merah'
(Rothschild). Mayer sendiri memakai gelar Baron Rothschild I.
Masuk Kalangan Istana
Untuk menambah perbendaharaan koin-koin
kuno dan langka, Rotshchild menghubungi sesama rekannya dalam jaringan
orang Yahudi yang dalam waktu singkat berhasil mengumpulkan benda-benda
tersebut. Sambil membawa barang yang sangat diminati Jenderal von
Estorff, Rothschild I menemui sang jenderal di rumahnya dan menawarkan
semua koin itu dengan harga sangat murah.
Jelas, kedatangan Rotshchild disambut
gembira sang jenderal. Bukan itu saja, rekan-rekan dan teman bisnis sang
jenderal pun tertarik dengan Rothschild dan kemudian jadilah Rotshchild
diterima sepenuh hati dalam lingkaran pertemanan dengan Jenderal von
Estorff.
Suatu hari, tanpa disangka-sangka,
Rothschild I dipertemukan oleh Jenderal von Estorff kepada Pangeran
Wilhelm secara pribadi. Pangeran ternyata memiliki hobi yang sama dengan
jenderal. Wilhelm membeli banyak medali dan koin langka dari Rotshchild
dengan harga yang juga dibuat miring. Inilah kali pertamanya seorang
Rotshchild bertransaksi dengan seorang kepala negara.
Dari perkenalannya dengan Wilhelm,
terbukalah akses Rothschild untuk membuat jaringan dengan para pangeran
lainnya. Untuk membuat pertemanan bisnis menjadi pertemanan pribadi,
Rotshchild menulis banyak surat kepada para pangeran yang berisi
puji-pujian dan penghormatan yang begitu tinggi atas kebangsawanan
mereka. Rothschild juga memohon agar mereka memberi perlindungan
kepadanya.
Pada tanggal 21 September 1769, upayanya
membuahkan hasil. Pangeran Wilhelm dengan senang hati memberikan restu
atas kedainya. Rothschild pun memasang lambang principalitas Hess-Hanau
di depan kedainya sebagai lambang restu dan perlindungan Sang Pangeran.
Lambang itu bertuliskan huruf emas dengan kalimat, "M.A.Rothschild.
Dengan limpahan karunia ditunjuk sebagai abdi istana dari Yang Mulia
Pangeran Wilhelm von Hanau."
Keluarga Talmudian
Frederich Morton, penulis biografi
Dinasti Rothschild menulis, "Setiap Sabtu malam, usai kebaktian di
sinagoga, Amshell mengundang seorang rabi ke rumahnya. Sambil duduk
membungkuk di kursi hijau, mencicipi anggur, mereka berbincang-bincang
sampai larut malam. Bahkan pada hari kerja pun Amshell sering terlihat
mendaras Talmud ...dan seluruh keluarga harus duduk dan mendengarkan
dengan tertib."
Keluarga Rotschild merupakan keluarga
Yahudi yang berpandangan Talmudian. Mereka sangat percaya bahwa tuhan,
sesuai keyakinan dalam ayat-ayat Talmud, telah memilih bangsa Yahudi
sebagai manusia super, satu-satunya ras manusia, sedangkan orang lain
yang bukan Yahudi merupakan ras yang derajatnya sama dan setara dengan
hewan. Mereka sama sekali tidak perduli dengan orang lain, dan hanya
perduli dengan kepentingan sesama Yahudi Talmudian. (1)
Wilhelm von Hanau merupakan seorang
kepala negara yang kaya raya dan berpengaruh. Bisa jadi, bisnis utama
Wilhelm yang memiliki sepasukan tentara sewaan (bisnis ini juga berasal
dari bisnis para Templar!) membuatnya disegani tidak saja di Jerman
tetapi juga di wilayah-wilayah sekitarnya. Wilhelm juga memiliki
kekerabatan dengan sejumlah keluarga kerajaan Eropa lainnya. Inggris
merupakan salah satu langganan setia dalam bisnis tentara sewaannya.
Harap maklum, daerah koloni Inggris di seberang lautan sangat luas dan
banyak.
Dalam bisnis ini, Rothschild bertindak
sebagai dealernya. Karena kerja Rothschild begitu memuaskan, maka
Wilhelm pernah memberinya hibah uang sebanyak 600.000 pound atau senilai
tiga juta dollar AS dalam bentuk deposito. Dari usahanya ini, Wilhelm
memiliki banyak uang. Ketika meninggal, Wilhelm meninggalkan warisan
terbesar dalam rekor warisan raja Eropa yakni setara dengan 200 juta
dollar AS! (Maulani; 2002)
Sumber lainnya mengatakan bahwa uang
sebesar tiga juta dollar AS itu sebenarnya berasal dari pembayaran sewa
tentara kerajaan Inggris kepada Wilhelm, namun digelapkan oleh
Rothschild (Jewish Encyclopedia, Vol. 10, h.494).
Dengan bermodalkan uang haram inilah
Rothschild membangun kerajaan bisnis perbankannya yang pertama dan
menjadi bankir internasional yang pertama. Sebenarnya, Rothschild I ini
tidak membangun kerajaannya sendiri. Beberapa tahun sebelumnya ia telah
mengirim anak bungsunya, Nathan Rothschild yang dianggap paling berbakat
ke Inggris untuk memimpin bisnis keluarga di wilayah tersebut. Di
London Nathan mendirikan sebuah bank dagang dan modalnya diberikan oleh
Rothschild I sebesar tiga juta dollar AS yang berasal dari uang haram
itu.
Di London, Nathan Rothschild
menginventasikan uang itu dalam bentuk emas-emas batangan dari East
India Company. Berasal dari uang haram, diputar dengan cara yang penuh
dengan tipu daya, memakai sistem ribawi yang juga haram, kian
berkembanglah bisnis keuangan keluarga Rothschild ke seluruh Eropa.
Berdirilah cabang-cabang perusahaan Rothschild di Berlin, Paris, Napoli,
dan Vienna. Rothschild I menempatkan setiap anaknya menjadi pemimpin
usaha di cabang-cabangnya itu. Karl di Napoli, Jacob di Paris, Salomon
di Vienna, dan Amshell III di Berlin. Kantor pusatnya tetap di London.
Rothschild I meninggal dunia pada 19
September 1812. Beberapa hari sebelum mangkat, ia menulis sebuah surat
wasiat yang antara lain berbunyi:
- Hanya keturunan laki-laki yang diperbolehkan berbisnis. Semua posisi kunci harus dipegang oleh keluarga.
- Anggota keluarga hanya boleh mengawini saudara sepupu sekali (satu kakek) atau paling jauh sepupu dua kali (satu paman). Dengan demikian harta kekayaan keluarga tidak jatuh ke tangan orang lain. Awalnya aturan ini dipegang ketat, tapi ketika banyak pengusaha Yahudi lainnya bermunculan sebagai pengusaha dunia, aturan ini dikendurkan, walau demikian hanya boleh mengawini anggota-anggota terpilih.
England Bank
Dinasti Rothschild tidak punya sahabat
atau sekutu sejati. Baginya, sahabat adalah mereka yang menguntungkan
kantongnya. Jika tidak lagi menguntungkan maka ia sudah menjadi bagian
masa lalu dan dimasukkan ke dalam tong sampah. Pangeran Wilhelm sendiri
akhirnya dilupakan oleh Rothschild setelah ia berhasil menilep uangnya.
Ketika Inggris dan Perancis berperang dengan memblokade pantai lawan
masing-masing, hanya armada Rothschild yang bebas keluar masuk pelabuhan
karena Rothschild telah membiayai kedua pihak yang berperang tersebut.
Bank Sentral Inggris dan Utang Sebagai Alat Penjajahan
Beberapa orang menyangka jika pendirian
Bank of England, bank sentral pertama di dunia, juga akibat campur
tangan dari Dinasti Rothschild. Anggapan ini sebenarnya tidak tepat
karena Rothschild I sendiri baru lahir di Bavaria pada tahun 1743,
sedangkan Bank of England berdiri pada 27 Juli 1694.
Sebelum Dinasti Tameng Merah lahir,
jaringan Luciferian yang terdiri dari tokoh-tokoh Yahudi berpengaruh
dunia yang dikenal dengan istilah "Para Konspirator", para pewaris
Templar, Orde Militeris yang kaya raya, telah mencanangkan untuk
menguasai England yang menjadi Inggris sekarang dengan strategi lidah
ular: Pertama, merekayasa pernikahan keluarga raja Inggris sehingga
nantinya para Raja Inggris berdarah Yahudi, dan yang kedua lewat
provokasi perang melawan Perancis agar Inggris memerlukan uang yang
banyak di mana pihak Konspirasi akan memberi utang kepada Raja Inggris.
Dengan utang, diharapkan kerajaan besar itu akan takluk.
Inilah fakta sejarah jika jaringan
Yahudi Dunia sejak dulu telah menggunakan utang sebagai alat penakluk
suatu negeri. Sekarang, Indonesia yang kaya raya, juga telah ditaklukkan
dan dijajah oleh utang. Para tokoh Neo-Liberal di negeri ini yang gemar
mengundang utang imperialis masuk ke negeri ini merupakan
pelayan-pelayan kepentingan Luciferian. Banyak orang yang mengaku Islam
menjadi pendukung kelompok Luciferian ini disebabkan mereka malas
berpikir sehingga mudah ditipu mentah-mentah.
Perjalanan para Konspirator dalam
menaklukan Keraaan Inggris diawali dari suatu pertemuan sejumlah
petinggi Ordo Kabbalah di Belanda. Mereka menggelar pertemuan dan
sepakat untuk menguasai Tahta Kerajan Inggris sepenuhnya dengan cara
menurunkan Dinasti Stuart dan menggantikannya dengan seseorang yang
mereka bina dari Dinasti Hanover dari Istana Nassau, Bavaria.
Kala itu, Tahta Kerajaan Inggris tengah
diduduki King Charles II (1660-1685). Raja Inggris ini masih kerabat
dekat Duke of York. Mary adalah anak sulung dari Duke of York.
Diam-diam, kelompok Konspirator mengatur strategi agar Mary yang masih
gadis itu bertemu dengan ‘Sang Pangeran' bernama William II, salah
seorang pangeran kerajaan Belanda dan pemimpin pasukan kerajaan. Mary
dan William II pun bertemu dan saling tertarik. Pada tahun 1674 mereka
menikah. Tahun 1685 King Charles II meninggal dan digantikan oleh James
II yang memerintah sampai tahun 1688.
The Federal Reserve Bank
Dari hasil perkawinan antara William II
dan Mary, lahir seorang putera yang kemudian dikenal sebagai William
III, yang kemudian menikah dengan seorang puteri dari King James II
bernama Mary II. William III yang berdarah campuran antara Dinasti
Stuart dengan Dinasti Hanover ternyata menurut kelaziman tiy;">Di
sinilah para petinggi Yahudi melancarkan konspidak bisa menjadi Raja
Inggris disebabkan ia bukan berasal dari garis keturunan laki-laki
Inggris, melainkan dari garis perempuan. Mary II, isterinyalah, yang
lebih berhak menyandang gelar Queen.
Pada tahun 1689, Raja Inggris,
King William III mendirikan Loyal Orange Order yang begitu fanatik
mendukung gerakan pembaruan Gereja yang dipimpin Martin Luther. Ordo ini
menyatakan dengan tegas akan menjadikan Inggris sebagai basis bagi
gerakan Protestan. Pernyataan ini memiliki pesan yang jelas terhadap
Gereja Katolik: "Kami akan melawanmu!"
Sejarah memang telah mencatat jika
Gereja Katholik merupakan musuh bebuyutan para Templar. Para Templar,
dan juga para pewarisnya seperti kaum Mason dan Rosikrusian, masih
sangat ingat bagaimana Paus Clement IV berkomplot dengan King Philip V
dari Perancis pada Jumat, 13 Oktober 1307 menumpas dan membantai Templar
dari seluruh Eropa. Perlawanan dan penghancuran Gereja (Katolik Roma)
merupakan salah satu tujuan utama kelompok Luciferian ini yang berasal
dari dendam sejarah yang kesumat.
Loyal Orange Order sampai hari ini masih
bertahan di Irlandia Utara dengan jumlah anggota tak kurang dari angka
100 ribuan. Kelompok inilah yang senantiasa mengobarkan api permusuhan
terhadap kaum Katolik sehingga sampai sekarang kehidupan masyarakat di
sana tidak pernah sepi dari konflik Protestan-Katolik.
King William III sendiri menceburkan
diri dalam peperangan melawan Perancis yang mayoritas Katolik. Inggris
menderita kerugian yang banyak. Utang pun menumpuk. Inilah awal
berdirinya Bank of England sebagai bank sentral swasta pertama di dunia,
seperti yang telah disinggung di muka.
William G. Carr dalam bukunya "Yahudi
Menggenggam Dunia" (Pustaka Alkautsar, 1991) mencatat kronologi
perjalanan petualangan Oliver Cromwell sebagai kaki tangan tokoh
Yahudi-Inggris setelah kematian King Charles I pada 30 Januari 1649.
Inilah kronologinya singkatnya:
1649, Cromwell menyerbu Irlandia dengan
dukungan dana dari lobi Yahudi internasional sehingga terjadi peperangan
antara Inggris Protestan melawan Irlandia Katolik.
1651, Charles II, putera King Charles I, memerangi Cromwell tapi gagal. Ia dibuang ke Perancis.
1652, Inggris melibatkan diri berperang melawan Belanda.
1653, Cromwell mengangkat dirinya sebagai The Lord Defender of Great Britain.
1654, Inggris terlibat perang Eropa lagi.
1656, Amerika yang masih menjadi jajahan Inggris bergolak dan akhirnya menjadi negara merdeka.
1657, Cromwell meninggal dunia. Puteranya, Richard, menjadi penguasa Inggris.
1659, Richard mengakhiri persekongkolan dengan Yahudi Internasional, ia mengundurkan diri dari kekuasaan.
1660, Jenderal monk dari angkatan bersenjata Inggris menduduki London. Charles II diangkat menjadi raja Inggris.
1661, Skandal persekongkolan antara Cromwell dengan kubu Yahudi Internasional terungkap. Warga London geger dan marah. Makam Cromwell dibongkar paksa.
1662, Gereja resmi Inggris, Anglikan, menindas umat Protestan.
1664, Inggris kembali berperang melawan Belanda.
1665, Krisis ekonomi melanda Inggris. Pengangguran dan kelaparan merebak. Di tahun itu juga terjadi kebakaran besar yang menghanguskan sebagian kota London, disusul wabah penyakit lepra.
1666, Inggris terlibat perang dengan Belanda dan Perancis.
1667, Ordo Kabbalah yang secara rahasia masih eksis di Inggris melancarkan gerakan sabotase ke kalangan elit pemerintahan. Sejarah Inggris mengenalnya sebagai gerakan Kabal. Akibatnya muncul gelombang baru penindasan agama dan politik di Inggris.
1674, Setelah menggelar pertemuan internal di Belanda, Kelompok Yahudi Internasional sepakat menguasai Kerajaan Inggris sepenuhnya dengan melengserkan King Charles II dan menaikkan seseorang yang bisa dikendalikan. Pada tulisan di muka hal ini telah disinggung, yakni penobatan King William III yang masih berdarah Dinasti Hanover.
1683, Konspirasi berupaya membunuh King Charles II dan Duke of York tapi gagal.
1685, King Charles II meninggal dunia. Duke of York yang beragama Katolik naik tahta dengan gelar King James II. Konspirasi menyebarkan desas-desus untuk menentang raja baru itu. Rakyat banyak yang termakan isu ini. Akibatnya banyak rakyat yang ditangkap pihak kerajaan. Nama King James II menjadi tidak popular di mata rakyat.
1688, setelah King James II sudah tidak lagi mendapat dukungan rakyatnya, Konspirasi Yahudi Internasional memprovokasi pangeran William of Orange dari Belanda untuk menyerbu Inggris, dengan dukungan kapal-kapal perangnya menuju pantai Inggris. King James II akhirnya turun tahta dan kabur ke Perancis.
1689, William of Orange atau William III dan Queen of Mary -keduanya Protestan-mengukuhkan diri sebagai Raja dan Ratu Inggris. Sementara itu James II kabur lagi ke Irlandia, sebuah wilayah Katolik. Pasukan Inggris sendiri terpecah antara yang Protestan dengan yang Katolik. Yang Protestan mendukung William III sedang yang Katolik berupaya mengembalikan James II ke tahtanya. Perang saudara pun tak terelakkan pada 12 Juli 1689.
Sampai sekarang, rakyat Inggris masih mengenang peristiwa tersebut tanpa banyak yang menyadari bahwa perang saudara itu sesungguhnya sengaja dibuat oleh Konspirasi Yahudi Internasional, untuk menguasai perekonomian negara besar Eropa itu. Hasilnya, berdirilah Bank of England, bank sentral swasta pertama di dunia (1694), yang dimiliki Konspirasi Yahudi tersebut.
1651, Charles II, putera King Charles I, memerangi Cromwell tapi gagal. Ia dibuang ke Perancis.
1652, Inggris melibatkan diri berperang melawan Belanda.
1653, Cromwell mengangkat dirinya sebagai The Lord Defender of Great Britain.
1654, Inggris terlibat perang Eropa lagi.
1656, Amerika yang masih menjadi jajahan Inggris bergolak dan akhirnya menjadi negara merdeka.
1657, Cromwell meninggal dunia. Puteranya, Richard, menjadi penguasa Inggris.
1659, Richard mengakhiri persekongkolan dengan Yahudi Internasional, ia mengundurkan diri dari kekuasaan.
1660, Jenderal monk dari angkatan bersenjata Inggris menduduki London. Charles II diangkat menjadi raja Inggris.
1661, Skandal persekongkolan antara Cromwell dengan kubu Yahudi Internasional terungkap. Warga London geger dan marah. Makam Cromwell dibongkar paksa.
1662, Gereja resmi Inggris, Anglikan, menindas umat Protestan.
1664, Inggris kembali berperang melawan Belanda.
1665, Krisis ekonomi melanda Inggris. Pengangguran dan kelaparan merebak. Di tahun itu juga terjadi kebakaran besar yang menghanguskan sebagian kota London, disusul wabah penyakit lepra.
1666, Inggris terlibat perang dengan Belanda dan Perancis.
1667, Ordo Kabbalah yang secara rahasia masih eksis di Inggris melancarkan gerakan sabotase ke kalangan elit pemerintahan. Sejarah Inggris mengenalnya sebagai gerakan Kabal. Akibatnya muncul gelombang baru penindasan agama dan politik di Inggris.
1674, Setelah menggelar pertemuan internal di Belanda, Kelompok Yahudi Internasional sepakat menguasai Kerajaan Inggris sepenuhnya dengan melengserkan King Charles II dan menaikkan seseorang yang bisa dikendalikan. Pada tulisan di muka hal ini telah disinggung, yakni penobatan King William III yang masih berdarah Dinasti Hanover.
1683, Konspirasi berupaya membunuh King Charles II dan Duke of York tapi gagal.
1685, King Charles II meninggal dunia. Duke of York yang beragama Katolik naik tahta dengan gelar King James II. Konspirasi menyebarkan desas-desus untuk menentang raja baru itu. Rakyat banyak yang termakan isu ini. Akibatnya banyak rakyat yang ditangkap pihak kerajaan. Nama King James II menjadi tidak popular di mata rakyat.
1688, setelah King James II sudah tidak lagi mendapat dukungan rakyatnya, Konspirasi Yahudi Internasional memprovokasi pangeran William of Orange dari Belanda untuk menyerbu Inggris, dengan dukungan kapal-kapal perangnya menuju pantai Inggris. King James II akhirnya turun tahta dan kabur ke Perancis.
1689, William of Orange atau William III dan Queen of Mary -keduanya Protestan-mengukuhkan diri sebagai Raja dan Ratu Inggris. Sementara itu James II kabur lagi ke Irlandia, sebuah wilayah Katolik. Pasukan Inggris sendiri terpecah antara yang Protestan dengan yang Katolik. Yang Protestan mendukung William III sedang yang Katolik berupaya mengembalikan James II ke tahtanya. Perang saudara pun tak terelakkan pada 12 Juli 1689.
Sampai sekarang, rakyat Inggris masih mengenang peristiwa tersebut tanpa banyak yang menyadari bahwa perang saudara itu sesungguhnya sengaja dibuat oleh Konspirasi Yahudi Internasional, untuk menguasai perekonomian negara besar Eropa itu. Hasilnya, berdirilah Bank of England, bank sentral swasta pertama di dunia (1694), yang dimiliki Konspirasi Yahudi tersebut.
Inggris terus dibuat untuk berperang,
sehingga kas kerajaan terkuras dan hutang bertambah banyak. Jerat yang
dipasang para pemilik modal Yahudi kini telah mengikat mangsanya. Kian
lama kian kuat, mencekik. Inggris pun jatuh ke dalam kekuasaan mereka
hanya dengan modal awal £1.250.000!
Dari Inggris Mendirikan AS
Setelah menaklukkan kerajaan Inggris,
pihak Konspirasi Yahudi Internasional kini mengarahkan wajahnya ke
sebuah benua baru yang masih menjadi koloni Inggris di seberang Samudera
Atlantik: Amerika. Jauh-jauh hari sebenarnya mereka telah mempersiapkan
hal ini lewat salah seorang agennya bernama Christopher Colombus. Orang
ini merupakan anggota Knights of Christ, pelaian Templar yang mukim di
Italia, Portugis, dan Spanyol. Semasa remajanya, Colombus malah menjadi
orang kepercayaan Rene de Anjou, Grand Master Persaudaraan di Italia.
Demikianlah, Amerika Serikat memang
dipersiapkan jauh-jauh hari sebagai The Second Promise Land, selain
Yerusalem, bagi bangsa Yahudi. Nama lain kota New York saja adalah The
New Jerusalem. Pada 4 Juli 1776, tokoh-tokoh Mason Amerika
menandatangani Declaration of Independence. Berdirilah satu negara
Masonik yang dipersiapkan sebagai The Headquarter, markas besar, gerakan
Ordo Kabbalah dalam menaklukkan dunia kelak, menuju tatanan dunia baru
yang sepenuhnya sekular. Suatu cita-cita Masonik yang ditorehkan pada
lambang negara AS: Novus Ordo Seclorum.
Tidak seperti sekarang, Eropa waktu itu
merupakan sebuah benua yang terbagi dalam banyak kerajaan besar kecil,
serta sejumlah wilayah kecil otonom (Principalis), semacam kabupaten
yang merdeka, seperti Monaco dan Lechtenstein. Saat itu Inggris dan
Perancis merupakan dua negara kerajaan yang paling berpengaruh. Setelah
Inggris berhasil dikuasai dan para tokoh Mason Amerika berhasil
memproklamirkan kemerdekaan negara itu, maka Konspirasi Yahudi
Internasional berusaha untuk menaklukkan Perancis. Baron Rothschild
merupakan salah satu tokoh sentral dalam Konspirasi Yahudi Internasional
untuk menaklukkan Perancis.
Tahun 1773, Baron Rothschild dan 12
tokoh Yahudi lainnya berkumpul di kediamannya di Bavaria. Mereka
membahas berbagai perkembangan Eropa terakhir, termasuk mengevaluasi
hasil-hasil upaya Konspirasi di Inggris. Dalam pertemuan inilah, nama
Adam Weishaupt disebut oleh Rothschild sebagai seseorang yang bisa
dipercaya untuk menjalankan tugas dari Konspirasi.
Dalam pertemuan itu, Baron Mayer juga
membacakan 25 butir strategi penguasaan dunia yang kelak dalam Kongres
Zionis Internasional I di Basel-Swiss tahun 1897 disahkan dengan nama
Protocolat Zionis.
Baron Mayer atau Rothschild I juga
mengatakan jika Konspirasi dianggap terlalu lamban dalam melakukan
program yang direncanakan untuk Inggris, akibatnya penguasaan Inggris
secara total terhambat oleh hal-hal kecil. Namun hal-hal kecil ini bisa
dianggap tidak berpengaruh besar bagi upaya penguasaan oleh Konspirasi.
Walau demikian, hal-hal kecil ini dianggap tidak boleh dibiarkan.
Beberapa kelompok berpengaruh di Inggris ada yang masih mampu bertahan
menghadapi Konspirasi.
Rothschild segera memerintahkan agar
pelaksanaan program dipercepat dan menyingkirkan oposisi secepatnya
dengan segala cara yang bisa diambil. Jika perlu, segenap lapisan
masyarakat Inggris harus dikuasai dengan jalan teror atau kekerasan.
Dalam pertemuan itu, Rothschild juga
menekankan kepada para undangan bahwa apa-apa yang telah dihasilkan di
Inggris sesungguhnya bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan apa yang
akan mereka perbuat atas Perancis. Skema besar untuk meletupkan Revolusi
Perancis pun di bahas dengan serius.
Ini merupakan satu mata rantai dari
sejumlah pertemuan para Konspiran untuk menggodok Revolusi Perancis.
Dalam pertemuan di Frankfurt ini, agenda yang telah dirancang
dipermatang dan upaya penggalangan dana pun di mulai dari ‘markas'
Rothschild tersebut. Menurut penilaian sosiologis dan psikologi massa
yang dilakukan Konspirasi, situasi yang tengah dihadapi Perancis saat
itu memang menggambarkan dengan baik apa yang sebenarnya tengah terjadi
di Eropa: perekonomian tengah lesu, utang menumpuk, pengangguran di
mana-mana, lapangan pekerjaan nyaris tidak bergerak, sektor industri
macet, dan bencana kelaparan di ambang pintu.
Jurang kesenjangan ekonomi yang terjadi
antara buruh dan rakyat kebanyakan dengan para bangsawan, pemilik modal,
dan raja-raja demikian besar dan dalam. Menurut teori revolusi, dalam
kondisi demikian buruk, massa rakyat telah siap untuk menyambut siapa
pun yang tampil secara meyakinkan untuk menciptakan kehidupan yang lebih
baik. Massa rakyat telah menjadi semacam tumpukan jerami kering yang
hanya dengan percikan api sedikit saja akan bisa terbakar dan meluas
dengan sangat cepat. Kondisi di Perancis merupakan yang terparah.
Di tengah kondisi demikian, lewat corong
media yang dikuasainya, Konspirasi meniupkan aneka slogan yang
muluk-muluk dan melemparkan semua kesalahan kepada penguasa dan
orang-orang kaya, sehingga rakyat Perancis kian membenci mereka.
Kehancuran dan kerusuhan tinggal menunggu hitungan hari. Sebuah rencana
besar siap digelindingkan oleh Konspirasi.
Salah satu rumus baku dalam gerakan
massa adalah: menjelek-jelekkan masa sekarang, di saat bersamaan
mengingatkan massa rakyat akan kegemilangan masa lampau dan meyakinkan
massa rakyat bahwa masa depan akan bisa menjadi lebih gemilang,
mengulangi masa-masa keemasan di zaman silam, jika massa rakyat mau dan
siap bergerak menumbangkan status-quo. Ini berlaku di mana saja.
Untuk menyatukan langkah gerakan massa,
Konspirasi menciptakan tiga slogan gerakan: Liberté, Egalité, dan
Fraternité (Kemerdekaan, Persamaan, dan Persaudaraan). Sebuah slogan
yang mampu membius massa rakyat Perancis sehingga rela mengorbankan apa
saja demi memenuhinya. Slogan ini secara terus-menerus diperdengarkan ke
telinga rakyat Perancis sehingga setiap orang Perancis saat itu sangat
hapal dengan tiga istilah di atas saat itu, bahkan kemudian dunia juga
hafal.
Walau terdengar sangat indah, namun tiga
istilah di atas bagi Konspirasi Yahudi Internasional memiliki arti yang
sama sekali beda. Bagi kelompok ini, Liberté sesungguhnya berarti
Kemerdekaan bagi mereka, kebebasan bagi mereka, bagi para pemilik modal,
untuk berbuat apa saja terhadap Perancis.
Egalité yang sesungguhnya bermakna
Persamaan, bagi Konspirasi diartikan sebagai persamaan di kalangan
mereka untuk bisa bersama-sama, gotong royong, di dalam usahanya
menguasai perekonomian Perancis.
Sedangkan Fraternité memiliki arti
sebagai Persaudaraan antara kelompok mereka sendiri, di mana di dalam
setiap usahanya, mereka harus saling tolong-menolong, bantu-membantu,
agar kepentingan kelompok mereka bisa dicapai. Inilah hakikat tiga
slogan Revolusi Perancis. Jadi Persaudaraan hanya terbatas pada
kelompoknya saja.
Pada 14 Juli 1789, massa rakyat
berbondong-bondong menuju penjara Bastille, perancis. Penjara yang
bagaikan benteng itu dibakar. Para narapidana melarikan diri dan
menimbulkan kerusuhan dan perampokan di mana-mana. Penyerbuan ke penjara
benteng Bastille ini menandai di mulainya Revolusi Perancis. Hari demi
hari berjalan dengan perkmebangan yang tidak bisa diduga. King Louis XVI
dan Marie Antoinette ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara. Tidak
lama kemudian keduanya dihukum mati, di pancung di atas Guilotin.
Mirabeau yang awalnya didukung
Konspirasi, kini malah diburu. Dia sebenarnya seorang yang cerdas, dan
menjadi curiga dan dengan cepat ia menyadari akan bahaya yang mengancam
dirinya. Namun Mirabeau terlambat, mesin propaganda Konspirasi telah
bekerja begitu cepat dan efektif melancarkan fitnah terhadapnya. Gagal
menyeret Mirabeau ke pengadilan, akhirnya pihak Konspirasi meracuni
Mirabeau hingga tokoh ini menemui ajal. Jenazah Mirabeau diatur
sedemikian rupa untuk mengesankan dia bunuh diri. Sejumlah selebaran dan
berita-berita yang mendukung ‘bunuh diri' Mirabeau ini dicetak dan
disebarluaskan ke Eropa.
Kematian Mirabeau kemudian diikuti
dengan berkuasanya pemerintahan teror di Perancis. Pada masa ini, tiap
hari rakyat Perancis menyaksikan ribuan orang tiap hari digiring menuju
pisau Guilotin. Roberspierre dan Danton ditugaskan Konspirasi untuk
menjadi algojonya. Setelah dianggap menyelesaikan tugasnya, kedua orang
ini, Roberspierre dan Danton pun dibunuh dengan keji. Pemerintahan teror
mencapai puncaknya antara tanggal 27 April hingga 27 Juli 1794.
Satu hari sebelum Roberspierre diseret
ke tempat hukuman mati, di depan Majelis Nasional, Roberspierre sempat
menyampaikan orasi yang menyerang Konspirasi dan membuka tirai mereka
dengan mengatakan ada sebuah organisasi rahasia yang bekerja dan menjadi
dalang Revolusi Perancis. Roberspierre dengan tegas mengatakan, "Aku
tidak berani menyebut nama mereka di tempat ini dan disaat ini pula. Aku
juga tidak bisa membuka tirai yang menutupi kelompok ini sejak awal
terjadinya peristiwa revolusi. Akan tetapi, aku bisa meyakinkan anda
sekalian, dan aku percaya sepenuhnya, bahwa di antara penggerak revolusi
ini ada kaki tangan yang diperalat dan melakukan kegiatan amoral dan
penyuapan besar-besaran. Kedua sarana itu merupakan taktik yang paling
efektif untuk menghancurkan negeri kita yang kita cintai ini..."
Roberspierre, seorang Mason yang diberi
kesempatan lebih untuk mengetahui lebih banyak dari yang seharusnya,
ternyata dinilai 13 petinggi Konspirasi Yahudi Internasional telah
bertindak melampaui batas. Mereka menetapkan jika Roberspierre harus
mati. Maka dalam waktu dekat, Roberspierre pun diseret ke tempat hukuman
mati dengan tuduhan yang dibuat-buat.
Sejarah mencatat bahwa di tengah kondisi
Perancis yang porak-poranda dan berkecamuknya kerusuhan serta situasi
yang tidak menentu, muncullah Napoleon Bonaparte yang penuh kharismatik
lewat sebuah kudeta. Sebagai seorang pemimpin militer, Napoleon meyakini
kerusuhan di dalam negeri harus diakhiri. Caranya adalah dengan
menciptakan satu musuh dari luar yang mampu menjadi musuh bersama bagi
rakyat Perancis (The Common Enemy). Ide besar Napoleon ini didukung oleh
Konspirasi. (bersambung/ridyasmara)
Sumber: http://www.eramuslim.com/
0 comments:
Posting Komentar